Survei Traffic: 3 Pasar Burung DKI Jual 19 Ribu Ekor, 8 Spesies Terancam
Agen13 - Traffic, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memonitor jaringan perdagangan hewan dan tanaman liar yang berbasis di Inggris, mengadakan survei di 3 pasar burung di Jakarta. Hasilnya?
Survei ini dirilis Traffic pada September 2015 lalu. Survei dilakukan oleh 6 orang staf Traffic pada 21-23 Juli 2014 lalu di 3 pasar burung terbesar di Jakarta, yakni Pramuka, Jatinegara dan Barito.
Survei Traffic itu berjudul "In The Market For Extinction, An Inventory of Jakarta's Bird Markets" yang disusun oleh Serene CL Chng, James A Eaton, Kanitha Krishnasamy, Chris R Shepherd dan Vincent Nijman.
Hasil survei seperti dikutip dari situs Traffic.org sebagai berikut:
1. Jumlah burung yang dijual dari 3 pasar burung tersebut adalah 19.036 ekor burung dari 206 spesies.
2. Dari 19.036 ekor, 18.641 ekor burung atau 98 persennya dari 184 spesies adalah burung yang ditangkap di Indonesia, yang ditangkap dengan melanggar ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
3. 3.884 Ekor burung asli Indonesia atau sekitar 20 persen dari 19.036 ekor, dari 51 spesies, adalah endemik alias cuma ada di Indonesia dan tak ada di tempat lain manapun di Bumi. 8 Dari 51 spesies dinilai terancam masuk daftar merah Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN/International Union for Conservation of Nature) alias terancam punah.
4. 8 Spesies endemik Indonesia yang terancam punah adalah: jalak bali (Leucopsar rothschildi), jalak putih (Acridotheres melanopterus), keduanya berstatus kritis terancam punah. Sedang burung poksai kuda (Garrulax rufifrons) terancam punah.
Lima spesies lain yakni gelatik jawa (adda oryzivora), poksai sumatera (Garrulax bicolor), kasturi ternate (Lorius garrulus), cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus) dan bubut jawa (Centropus nigrorufus) berstatus rawan.
Survei ini dinyatakan sebagai survei burung yang menyeluruh pertama kali pada 3 pasar burung terbesar di Jakarta. Dari ketiga pasar burung itu, Pasar Pramuka memiliki jumlah burung terbanyak, lebih 10 kali lipat dari jumlah burung di Barito dan Jatinegara.
Banyaknya burung-burung yang ditemukan di pasar tersebut menunjukkan bahwa budaya untuk memelihara burung memiliki peran yang signifikan di Indonesia. Kompetisi kicau burung juga menambah permintaan burung-burung yang kerap menjadi juara dan ini menimbulkan tekanan pada jumlah spesies di alam liar. Hasilnya, beberapa spesies terancam bahaya karena bisa hilang akibat perdagangan burung ini.
"Ini kiamat bagi dunia burung Indonesia. Jumlah burung yang tercatat di 3 pasar dalam 3 hari, adalah dampak dari perburuan dan perdagangan menyebabkan populasi burung liar berkurang drastus," tutur penulis laporan survei yang juga Programme Officer Traffic di Asia Tenggara.
Study ini juga menemukan bahwa hukum di Indonesia untuk spesies asli sebenarnya mampu untuk memberikan perlindungan, namun pemantauan dan penegakan hukumnya di pasar ini sangat kurang. Traffic juga merekomendasikan bahwa pedagang yang dengan terbuka menjual spesies dilindungi harus dituntut dan menjadi prioritas penegakan hukum.
"Selama pasarnya eksis dalam bentuk yang sekarang, perdagangan ilegal akan merusak konservasi burung di Indonesia. Kami mendorong pemerintah Indonesia, yang sudah mengambil langkah untuk memperkuat konservasi, bertindak tegas akan ancaman ini. Harus memerintahkan perdagangan ilegal di pasar-pasar itu untuk ditutup," tegas Direktur Regional Traffic di Asia Tenggara, Dr Chris R Shepherd.
Hasil survei ini juga menarik perhatian koran AS, New York Times. Media terkemuka ini menurunkan artikel bertajuk "19,000: Birds for Sale in Jakarta's Biggest Markets" pada 23 Oktober 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar