Selasa, 13 Oktober 2015

Berhijrah dengan Mengaji

Berhijrah dengan Mengaji

Agen13 - Sore hari akhir tahun 1436 H saat Matahari terbenam menunjukkan tahun berganti 1437 H. Akhir tanggal dan tahun Hijriyah yang berdasarkan berputarnya bulan berakhir dengan terbenamnya Matahari di sore hari. Biasanya tak banyak kemeriahan dan hiruk pikuk apalagi petasan untuk merayakan tahun baru Hijriyah, bahkan umat Islam lebih banyak merayakan pergantian tahun Hijriyah dengan muhasabah, dzikir dan tafakkur.

Bagi umat muslim, pergantian tahun adalah proses berkurangnya umur dan mendekatnya kematian sehingga perlu mengevaluasi diri tentang jasa baik yang harus ditingkatkan dan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Tahun baru Hijriyah adalah momentum untuk melakukan perubahan dan kebangkitan.

Sebagaimana tahun Islam ini diberi nama Hijriyah dan tidak berdasarkan hari lahirnya Nabi saw, bukan pula awal penerimaan wahyunya adalah untuk menunjukkan bahwa hijrah itu perjuangan dan melakukan perubahan. Umar bin Al-Khaththab memilih nama tahun dengan sebutan Hijriyah atas usulan sahabat Nabi saw bermakna untuk selalu menanamkan elan semangat perjuangan dengan selalu memelihara semangat hijrah.

Hijrah artinya pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Orang yang hijrah pasti menemukan pengalaman baru di tempat yang baru. Semangat hijrah adalah meninggalkan yang buruk menuju kebaikan, kebodohan menuju keadaban dan keterbelakangan menuju kemajuan. Memaknai hijrah tak cukup hanya bersifat fisik namun juga rohani. Karenanya, perubahan tak mungkin hanya dilakukan dari luar tetapi harus bersumber dari tekat di dalam dirinya sendiri.

Kerangka melakukan perubahan pada manusia harus mengikuti panduan diri sebagai manusia, yaitu Al Qur'an. Saat Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi maka pada saat yang bersamaan diciptakan buku panduan hidup manusia (manual book) agar hidup sesuai dengan fitrah manusia yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Hidup manusia yang mengikuti buku panduan akan lebih tahan dan kuat karena pola hidupnya sesuai dengan kerangka diri dan model yang kehendaki Pencipta.

Ayat Al Qur'an yang turun pertama telah memandu manusia bahwa hidup akan sejahtera jika memenuhi keimanan dan intelektualitas (iqra' bismi rabbikalladzi khalaq). Keimanan bisa diraih selain karena hidayah Allah juga dengan cara tafakkur terhadap ayat-ayat-Nya. 

Sedangkan intelektualitas dapat diraih dengan membaca ayat-ayat-Nya. Membaca itu sekaligus dengan nama Allah. Menyebut nama-Nya tak boleh melepaskan diri dari membaca ayat-ayat-Nya demikian sebaliknya. Orang yang hanya mengandalkan iman tanpa berilmu akan menjadi muslim yang fanatik, orang yang hanya membaca untuk meningkatkan intelektualitas tanpa diiringi iman akan menjadi sombong dan liar.

Membaca itu cakrawala dunia. Tak mungkin mencapai intelektualitas yang baik tanpa rajin membaca. Namun di Indonesia masih rendah minat baca masyarakat. Badan Pusat Statisitik (BPS) pada tahun 2012 menjelaskan bahwa sebanyak 91,68 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas lebih menyukai menonton televisi, dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca surat kabar, buku atau majalah. Konsumsi satu surat kabar di Indonesia dengan pembacanya mempunyai rasio 1 berbanding 45 orang (1:45). Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Filipina, tingkat perbandingannya sudah mencapai 1:30, idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau dengan rasio  1:10.

Berdasarkan hasil survei yang pernah dibuat oleh United National Developmet Program (UNDP) bahwa rasio gemar membaca di Indonesia hanya 0,001% atau satu berbanding 1.000 orang. Artinya jika ada 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang gemar membaca. Survei diatas juga kembali dikuatkan oleh laporan yang dilakukan United Nation Development Program (UNDP) 2014 bahwa indeks pembangunan manusia Indonesia berada pada posisi 108 dari 187 negara di dunia.

Islam memerintahkan untuk gemar membaca karena ilmu dapat diraih dengan membaca, sebagaimana perintah ayat pertama yang turun adalah perintah membaca (iqra'). Namun ironi, di Indonesia tak banyak yang bisa membaca al Qur'an apalagi mengerti terhadap isinya. Hasil survei yang dilakukan Institut Ilmu Al quran Jakarta pada 2012, bahwa 65 persen umat Islam buta aksara Alquran. 

Orang yang sudah bisa membaca pun tidak semuanya senang dan rajin membaca al Qur'an. Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia menunjukan  bahwa Kaum muda muslim yang selalu membaca Al Quran (10,8 persen), yang sering (27,5 persen), yang kadang-kadang (61,1 persen) dan yang tidak pernah (0,3 persen). Bagaimana mungkin seseorang yang tak bisa membaca dan tak mengerti buku panduannya dapat berprilaku diri sesuai ketentuan hidup yang kehendak oleh Allah SWT.

Menurut Islam, membaca al Qur'an itu mendapat pahala meskipun tidak paham artinya. Namun yang lebih baik jika bisa memahami al Qur'an sekaligus dapat mengamalkan isinya. Membaca al Qur'an bagi yang memahami maknanya adalah tadabbur (menghayati) tentang kekuasaan Allah, mengetahui sejarah perjuangan umat terdahulu dan bahkan bisa mengetahui kandungan ilmiah yang ada dalam al Qur'an hubungannya dengan semesta alam.

Al Quran memiliki keistimewaan bagi setiap orang yang membacanya, bahkan dalam sabda Rasulullah saw.: "Ibadah yang paling istimewa adalah membaca Al Quran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari". Bahkan dari tiap 1 ayat yang dibaca mengandung 10 kebaikan di dalamnya. Karena keistimewaan Al Quran mampu membuat hidup manusia menjadi aman dan tenteram.

Membaca atau biasa kita sebut mengaji al Qur'an tidak hanya karena ibadah kepada Allah semata tetapi juga kebutuhan manusia. Ada beberapa hasil penelitian bahwa orang yang mengaji al Qur'an dapat menghadirkan ketenangan sampai 97%. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa mengaji setelah saat Maghrib dan waktu Subuh akan mendatangkan kecerdasan sampai 80% karena saat itu orang mengaji dapat memadukan kerja mata, mulut dan otak saat bersamaan di waktu pergantian suasana.

Momentum pergantian tahun Hijriyah adalah untuk membangun kebangkitan dan perubahan. Kebangkitan dalam Islam itu harus dilandasi oleh iman dan intelektualitas sehingga terpadu antara kemajuan rohani dan jasmani. Semua ini dapat dilakukan dengan cara mengaji Al Qur'an Yuk mengaji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments System

Disqus Shortname